Perawatan Kulit

Kamis, 16 Februari 2012

Jakarta dalam Ancaman Bahaya Banjir Rob, Tsunami, serta Abrasi Pantai

Rencana pembangunan tanggul raksasa yang akan dibangun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah tidak efektif, malah hanya mendatangkan persoalan baru yang lebih besar.

Pemanasan global menjadi salah satu alasan Pemprov DKI untuk membangun tanggul raksasa karena akan terjadi peningkatan permukaan air laut. Kita semua tahu dampak dari pemanasan global yang terjadi akan mengakibatkan naiknya permukaan air laut, jadi rasanya tidak pas kalau pemanasan global dijadikan alasan pembangunan tanggul raksasa untuk menahan ancaman tsunami yang mengancam Jakarta.

Banjir dan tsunami tak akan bisa diatasi dengan pembangunan tanggul. Sedikitnya ada tiga persoalan yang akan ditimbulkan dari rencana itu . Untuk mendukung penyelamatan Jakarta dari bahaya banjir rob, tsunami, serta ancaman abrasi pantai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hendaknya mempertahankan lahan yang tersedia seluas 25 hektare di Muara Angke, Jakarta Utara, untuk konservasi.


Konservasi ini paling tidak yang bisa mencegah abrasi laut ke darat, mencegah penurunan daratan, dan pencegah banjir rob. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hendaknya jangan hanya melihat pemanfaatan lahan dari segi peningkatan ekonomi belaka tanpa memperhatikan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya. Pertimbangan lingkungan hidup seharusnya bisa lebih didorong untuk menjadi kebijakan pokok dan tidak boleh dilawan dengan perundangan lain.

Isu lingkungan dari sisi perekonomian juga muncul pada Pasal 33 Ayat 4 yang berbunyi, “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Persoalan Jakarta bukan hanya persoalan ancaman banjir rob semata, tapi juga persoalan swakelola masalah air bersih yang tidak direvitalisasi dengan baik. Padahal kalau bisa direvitalisasi dengan baik, maka kebutuhan air masyarakat terpenuhi mengingat potensi 42 danau, 13 sungai, kanal barat dan timur, serta curah hujan yang cukup besar hingga kapasitas 2 miliar kubik per tahun.

Jika pembangunan tanggul raksasa tetap akan dilaksanakan tanpa memperdulikan dampak yang akan ditimbulkannya maka tidak dapat dihindari akan terjadi penumpukan limbah yang dihasilkan warga DKI Jakarta karena terhambat tanggul. Hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas air bersih yang dihasilkan karena limbah yang menumpuk semakin pekat dan tidak bercampur dengan air laut. Pada akhirnya akan menimbulkan endapan-endapan baru dan mendorong pemerintah untuk melakukan reklamasi yang mengarah pada developer besarlah yang akan diuntungkan untuk mereklamasi.

Sungguh sangat ironis dan terlihat jelas pertimbangan ekonomi lebih diutamakan daripada upaya melindungi sumber daya alam dari kerusakan atau perusakan lingkungan. Celakanya lagi nelayan tradisional disepanjang pantai Jakarta semakin tersingkirkan dan menambah beban biaya untuk melaut karena harus berlayar lebih jauh dari daratan untuk mendapatkan ikan.

Penanganan abrasi pantai memang sulit, tetapi jika masalah abrasi ini tidak segera ditanggulangi, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan luas daratan di Indonesia banyak yang akan berkurang. Bahkan beberapa pulau terancam hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar